Sabtu, 26 September 2009

Khusnudhon Pintu Hikmah

Oleh :Muhammad Amin/Nurul Hayat/Cermin

Tanpa disadari tidak sedikit diantara kita yang mengembangkan pola pikir hitam-putih. Positif dan negatif secara kurang proporsional dalam memandang dan menilai semua fenomena hidup. Parameter yang digunakan seperti fenomena waktu siang dan malam. Terang dan gelap.
Semua kenyataan hidup yang dirasakan sebagai sesuatu yang kurang menyenangkan, apalagi menyusahkan yang mengalirkan air mata, maka hal itu dipandang sebagai hal yang negatif murni. Banyak contoh yang bisa dikemukakan. Sakit misalnya. Apalagi jika sakitnya parah dimana badan tergolek tidak berdaya serta membutuhkan banyak pengeluaran biaya. Juga kenyataan hidup yang lain, seperti keterbatasan ekonomi, kebangkrutan usaha, sulit mendapatkan pekerjaan dan sebagainya.
Sebaliknya semua kenyataan hidup yang dirasakan menyenangkan, maka secara otomatis dipandang dan disikapi sebagai sesuatu yang positif. Hidup makmur serba kecukupan. Sehat terus menerus karena dukungan ekonomi cukup dan sejenisnya.
Bahwa kesempitan merupakan sesuatu yang menyulitkan benar adanya. Bahwa kelapangan hidup merupakan sesuatu yang membahagiakan, benar pula adanya. Hanya kalau berfikir bahwa kesempitan itu pasti ketidak-baikan. Sedang kelapangan pasti kebaikan. Jelas kurang proporsional. Ketahuilah dalam persepektif keselamatan di alam akhirat, keduanya-duanya bisa merupakan kebaikan dan bisa pula merupakan ketidak-baikan. Baik atau tidak baik, tolok ukurnya bukan pada fenomenanya. Tapi penyikapan manusianya atas fenomena yang dialami. Orang-orang yang berada dalam kesempitan, bisa positif jika penyikapannya positif. Sebaliknya kelapangan, bisa berbuah negatif jika penyikapannya negatif.
Sederhana untuk mengukur apakah kesempitan dan kelapangan berbuah negatif atau positif. Jika kesempitan dan kelapangan makin membuat seseorang makin dekat dengan Alloh. Makin taat dan bertakwa kepada-Nya. Itulah tanda bahwa kesempitan dan kelapangan berbuah positif. Sebaliknya kesempitan dan kelapangan berbuah negatif jika membuat seseorang makin jauh dari-Nya. Banyaknya diantara manusia mencari kelapangan untuk banyak tertawa. Sebaliknya berusaha menghindari kesempitan dalam bentuk apapun agar terhindar dari berurai air mata. Padahal keduanya laksana siang dan malam yang selalu diperputarkan oleh Alloh pada setiap manusia. Tidak ada manusia yang bisa bahagia selamanya. Meskipun dia kaya-raya dan berkuasa sekalipun. Dan tidak ada pula manusia yang menangis terus-menerus meski hidupnya paling miskin sekalipun.
Ketauhilah oleh kita semua bahwa lapang dan sempit merupakan media kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dengan kelapangan dan kesempitan, sesungguhnya Alloh berkehendak agar hamba-Nya selamat di negeri akhirat. Adakalanya Alloh menghadirkan kelapangan agar hamba-Nya banyak bersyukur kepada-Nya. Adakalanya Alloh menghadirkan kesempitan agar hamba-Nya kembali mengingat-Nya. Masukkan kedalam hati sebagai hikmah firman-Nya ini,” Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS : Al A’Roof (7) : 168).
Sangat jelas Alloh memberitahu manusia dalam firman-Nya itu. Nikmat dan bencana. Kelapangan dan kesempitan, Alloh yang menghadirkan. Kedua-duanya, tujuannya satu dan sama, yaitu agar manusia kembali kepada kebenaran. Kembali kepada jalan yang diridhoi-Nya.
Hanya sayang manusia sering terhalang oleh nafsu dalam dirinya untuk jernih dalam memahami maksud baik Tuhan-Nya. Ketika dalam kesempitan, sering jatuh kepada keluh kesah dan berputus asa. Sebaliknya ketika terbuka pintu-pintu kelapangan, sering lepas kendali lalu banyak bermaksiat serta lupa kepada Tuhan-Nya.
Kalau selama ini ada diantara kita yang menggunakan kacamata hitam putih dalam menilai kesempitan dan kelapangan hidup, maka rasanya mulai sekarang mesti kita koreksi ulang. Sempit dan lapang mesti kita sikapi secara arif dan bijaksana. Saat dalam kesempitan selami dengan perenungan yang dalam. Mencari makna dan hikmah yang hendak Alloh anugrahkan kepada diri dan keluarga dengan kesempitan itu. Mungkin kita perlu introspeksi diri atas perbuatan dan perilaku diri selama ini. Mungkin Alloh bekehendak mengingatkan, menegur agar kita kembali Kepada jalan-Nya. Seperti orang tua yang menjewer telinga anaknya karena nakal. Orang tua bermaksud baik agar anaknya meninggalkan perbuatan jeleknya. Mungkin Alloh menegur kita agar kita menjadi orang yang bertakwa.
Demikian pula jika Alloh menghadirkan kelapangan dalam kehidupan kita. Sadari bahwa kelapangan itu bukan menjadi pengantar kita menjadi bebas merdeka, laksana burung terbang di angkasa. Bisa hidup semau-maunya. Kelapangan itu merupakan media-Nya agar diri memperbanyak syukur kepada-Nya. Menggunakan kelapangan untuk media banyak beribadah kepada-Nya dan banyak berbuat baik kepada sesama. Gunakan kelapangan untuk menumpuk kebaikan sebanyak-banyaknya. Kabaikan yang akan menjadi bekal perjalanan pulang menghadap kepada-Nya.
Saudaraku, dalam hidup kekinian kita di muka bumi, sejujurnya tidaklah mudah untuk menjadi hamba-Nya yang bisa berendah hati atas segala keputusan-Nya. Yaitu hamba yang selalu berhusnudhon, berbaik sangka kepada-Nya. Hamba yang mau mengambil pelajaran dan hikmah atas setiap keputusan-Nya. Tantangannya adalah arus kehidupan yang berputar deras, skenario naskahnya banyak ditulis dan disutradarai oleh manusia-manusia yang ingkar kepada-Nya. Dunia kita ini dikuasai oleh para penganut faham materialisme dan hedonisme. Mereka melalui penguasaan ilmu, media dan informasi, terus-menerus menggiring kita untuk menganut pola pikir yang sama dengan mereka. Pola pikir yang menjadikan kenikmatan duniawi sebagai dewanya. Kitapun, jika tidak berhati-hati, makin menjauh dari referensi Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW dalam menyikapi segala sesuatu dalam kehidupan.
Alangkah indah dan damainya hati ini andai diri menyadari sepenuhnya bahwa diri ini dihidupkan, bukan hidup sendiri. Lalu menyadari bahwa diatas kehidupan kita ada Sang Maha Pengatur yang mengatur semua fenomena-fenomena yang mesti kita jalani. Dengan kesadaran itu, kita akan menjadi manusia yang bisa selalu berbaik sangka kepada-Nya atas semua ketentuan-Nya. Dan baik sangka kita itu akan menjadi pintu terbukanya berbagai hikmah yang memperkaya ruhaniyah kita. Juga memperberat pundi-pundi catatan pahala amal kebaikan disisi-Nya.
Dengan kesadaran semacam itu, maka kita akan mampu membangun pola pikir positif atas semua pengalaman dalam hidup. Sempit dan lapang bisa dipersepsi sama baiknya bagi kemaslahatan diri. Kalaupun sempit disikapi laksana minum obat dikala sakit. Minum obat rasanya pahit. Tapi justru untuk tujuan penyembuhan. Ketika lapang tidak lalu menjadikan diri lupa daratan. Justru ketika lapang hati makin mawas diri. Makin menyadari bahwa dalam kelapangan tantangannya justru jauh lebih besar dibanding kesempitan. Dalam kelapangan hati dan pikiran bisa lebih mudah untuk tenggelam dalam kelalaian.
Akhirnya mari kita memohon kepada Alloh,” Semoga diri dan keluarga kita semua dikaruniai kekuatan dan ketetapan hati agar senantiasa bisa selalu berbaik sangka kepada-Nya dalam segala keadaan baik sempit maupun lapang. Semoga kelak kita dan keluarga saat kembali kepada-Nya termasuk kedalam golongan orang-orang yang ikhlas dan sabar.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar